Selasa, 28 September 2010

Siapa Yang Diuntungkan Oleh Kayu Rakyat Bersertifikat


Beberapa hari terakhir ini, saya diminta menemani seorang teman untuk menelusur ketersediaan bahan baku kayu untuk industri kayu. Kayu yang dibutuhkan adalah kayu yang telah bersertifikat ekolabel. Perjalanan dimulai dari simpul hutan rakyat sampai industri furniture dan flooring.

Hutan rakyat yang dikunjungi adalah Gunungkidul, tepatnya Desa Kedungkeris. Secara fisik memang hutan rakyat kaya akan pohon-pohon yang berdiameter sedang, antara 20 sampai 30 centimeter. Pengurus Paguyuban kelompok tani hutan pun menjelaskan bahwa stok pohon cukup untuk mensuplai ke industri furniture. Dan memang nyatanya, banyak kayu bertumpuk di depan rumahnya.

Kayu-kayu tersebut telah dinomori dan dicat warna sebagai tanda pencatatan pembukuan kayu bersertifikat. langkah wajar dalam prosedur lacak balak kayu rakyat ekolabel. 

Teman saya bercerita bahwa dia terpaksa terjun ke lapangan karena barang-barang green product yang ada di showroom-nya menipis. Agen distributor green produtc tersendat pengirimannya. 

Sebagai penjual green product, dia mengatakan bahwa konsumen tidak mempersoalkan skema sertifikasi, apakah produk mebel atau flooring tersebut memakai LEI atau FSC. Yang dibutuhkan adalah dokumen dan keabsahannya.

Ternyata setelah ditelusuri, yang rewel itu adalah agen pengolahan kayu, harus skema ini atau itu. Bukan berarti kalau skema ini kemudian jaminan asal usul kayu dapat dipertanggungjawabkan, dia menjelaskan banyak juga yang abal-abal. 

Kemudian, Premium price itu sebenarnya telah nyata-nyata ada. Sebuah HTI menjual sebuah jenis kayu rimba ekolabel 40% lebih mahal daripada kayu biasa ke industri kayu di Jawa. Sementara ketika industri kayu tersebut mengimpor kayu, kenaikannya 15-20 dollar Amerika saja. 

Logika sederhananya, dengan harga input yang tinggi pasti harga output produk juga tinggi. Ditambah lagi, barang yang mereka buat berkontener-kontener untuk ekspor. Mau pakai argumen pembelaan apa lagi? 

Anehnya, ketika membeli kayu rakyat bersertifikat kok selama ini pihak pembeli menyatakan bahwa penjualan produk kayu ekolebel tidak signifikan terhadap harga biasa. Lagi-lagi petani hutan rakyat dikelabui dengan informasi yang merugikan itu. 

Nah, sudah waktunya organisasi masyarakat pengelola hutan memiliki akses penjualan online. Selain untuk membuka informasi, hal ini dapat menjadi kontrol juga agar kejadian-kejadian merugikan dapat diminimalkan. Hmmmmmmm.....nasib petani. Mereka butuh fasilitasi peningkatan kapasitas untuk itu. Peran  pemerintah lah yang seharusnya mengisi itu. Dan ruang bagi NGO untuk membantunya. (Ewn)

Siapkah Kita untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Cuaca sulit diprediksi, pagi cerah tiba-tiba siang hari hujan. Lha lagi-lagi keluhan menghardik cuaca terucap, ini musim apa sih? Kemarau tapi kok sering hujan. 
Itulah fenomena yang membuat para pelaku usaha harus mampu menanggung kerugian. Hal-hal yang merugikan antara lain banjir, kekeringan, tanah longsor, dan angin ribut. Yang paling merasakan adalah kaum petani yang hanya mengandalkan hasil dari tanam menanam saja. Itu yang sulit diprediksi apakah panen raya atau gagal raya.
Fenomena alam ini terjadi, menurut para ahli, disebabkan oleh pemanasan global.
Adanya konsentarasi gas-gas rumah kaca, seperti karbon dioksida, metana, dan nitro oksida yang semakin meningkat. Ini menyebabkan efek rumah kaca. Suhu bumi menjadi semakin panas oleh karena gas-gas rumah kaca.
Sebenarnya itu adalah fenomena alamiah yang sudah terjadi sejak bumi ini ada. Panas matahari yang ditahan oleh gas-gas tersebut membuat adanya kehidupan di bumi. Namun sekarang ini fenomena tersebut sudah di luar batas oleh karena ulah manusia sendiri.
Manusia memperbanyak emisi (gas buang) oleh karena aktifitasnya seperti membakar bahan bakar fosil, menggunduli hutan, penggunaan pupuk buatan, konversi lahan, sampah, dan sebagainya. Tanpa disadari sebenarnya semua orang punya kontribusi terhadap pemanasan global.
Oleh karena itu seharusnya semua orang juga punya andil dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Mitigasi merupakan langkah-langkah untuk memperbanyak carbon sink (penyerapan karbon). Langkah-langkah tersebut dapat dimulai dengan hal-hal kecil, misalnya menanam pohon di sekitar rumah dan mempercantik sekitar rumah dengan tanaman bunga.
Semua orang tentu juga harus siap dengan perubahan iklim. Langkah-langkah tersebut disebut adaptasi, misalnya pemakaian pupuk organik, pengolahan sampah, pemilihan bibit tanaman, energi terbarukan, dan sebagainya.
Nah, perubahan iklim seyogyanya disikapi secara bersama-sama. Memulai hal yang kecil dan berarti di sekitar kita. (ewn)

BeritaJogja.com :: Informasi Yogyakarta di Jari Anda